Tidak mudah membangun jalan kereta api sebab membangun jalur sistem
kereta api kait-berkait dengan bermacam-macam hal, khususnya alat
keselamatan perjalanan. Seperti pembangunan jalur ganda Cirebon-
Cikampek Segmen 1, antara Cikampek dan Haurgeulis, Jawa Barat. Badan
jalan selesai, rel terpasang lurus karena sudah di-listring (align),
sebagian tetap saja tidak bisa digunakan karena persinyalan belum
selesai. Padahal, proyek penggandaan jalur Cirebon-Cikampek ini dibangun
dengan berbagai prestasi karena unik dan selesai sebelum jadwal, tetapi
kemudian terganjal karena tidak “masuk” Stasiun Cikampek akibat Proyek
Bandung Corridor yang waktu itu belum selesai.
Bandung Corridor juga merupakan proyek jalur ganda parsial yang dibiayai
Bank Dunia yang sepotong-sepotong membentang antara Stasiun Cikampek
sampai Padalarang. Sementara Cirebon–Cikampek dibiayai bantuan Jepang
dan keduanya merupakan proyek Departemen Perhubungan yang hari ini
diresmikan presiden. Segmen 1 Cikampek-Haurgeulis sepanjang 54,3
kilometer ini merupakan bagian akhir dari jalur ganda Cirebon-Cikampek
yang panjangnya sekitar 160 kilometer. Proyek ini semula direncanakan
akan selesai pada November 2005 sesuai dengan hitungan konsultan. Namun
setelah dihitung kembali, direncanakan dapat digunakan pada bulan Maret
2004. Kenyataannya, 14 November lalu jalur ini sudah dapat digunakan
sehingga membantu memperlancar angkutan Lebaran. Dari jalur sepanjang
54,3 kilometer itu, 40 kilometer sudah komplet dengan persinyalan. Sisa
sinyal sudah dipasang, tetapi belum dilakukan commissioning oleh
kontraktor. Dengan alasan keselamatan, PT Kereta Api (PT KA) belum
berani mengoperasikannya.
Keberhasilan ini -ketika tak ada lagi kemacetan di jalur
Cirebon/Cikampek karena tak lagi berbentuk jalur tunggal- tidak bisa
dilepaskan dari peran Kepala Proyek (KA) Lintas Utara Direktorat
Jenderal Perhubungan Darat Departemen Perhubungan. Keberhasilan
membangun hanya satu segmen ini boleh kita anggap belum jadi ukuran,
tetapi yang dikerjakan Budi Noviantoro (43) -biasa dipanggil Novi-
memang selalu mengundang kekaguman. Ia berhasil mempercepat pembangunan
jalur ganda Cikampek-Haurgeulis karena kejelian memanfaatkan dan
mengerti kebutuhan orang lain.
Kontraktor ingin proyek segera selesai sehingga cepat dibayar dan
mencari pekerjaan lain. Berdasarkan alasan sederhana itu, tutur Novi, ia
membagi proyek menjadi enam seksi yang dikerjakan serempak, tidak
menyelesaikan sepotong-sepotong. Hasilnya, target penyelesaian November
2005 maju menjadi Maret 2004 dan akhirnya Februari mendatang semua sudah
selesai karena tinggal persinyalan saja. Ketika konsultan dan pemberi
bantuan mengatakan harus mengganti jembatan Kalibodri yang pilarnya
bergeser dengan akibat harus menutup jalur selama belasan jam, Novi
bilang tidak. “Wong jembatan masih bagus, kan bisa lebih hemat,” kata
ayah dua putra itu. Jembatan hanya dipindahkan ke pilar baru dengan cara
menggeser di lempengan baja antikarat yang dilapisi teflon agar licin
sehingga proses penggeseran pun hanya tiga jam. Orang Jepang yang tidak
percaya pada ide Novi mengirimkan sejumlah ahli untuk memantau
pergeseran ini. Selain itu, sekitar 150 mahasiswa jurusan teknik dari
beberapa perguruan tinggi di Jateng dan Yogyakarta juga ikut hadir, yang
kalau proses penggantian itu dikuliahkan, perlu 20 jam. Prinsip Novi,
bahwa pekerjaan ini harus bisa diselesaikan dengan biaya murah, tingkat
keandalan tinggi, dan cepat selesai, sudah memberikan hasil dengan
diresmikannya jalur ini.
PT KA pun sebenarnya harus berterima kasih kepada pemuda kelahiran
Bojonegoro, Jawa Timur, 17 November 1960, itu karena beberapa
prestasinya. Misalnya ketika ia harus meninggikan rel dan mengganti
jembatan di jalur Tegal-Tanjung (Jateng) karena permukaan tanah di
sekitar jalur itu terasa semakin tinggi sehingga jalur KA terancam
banjir. Proyek itu malah membuat PT KA secara tanpa sengaja mendapat
jalur ganda di tempat itu tanpa tambah biaya.
Dengan cara konvensional, untuk mengatasi masalah itu adalah
dilakukan peninggian rel sedikit-sedikit dan ini memakan waktu lama
serta mengganggu perjalanan KA. Cara lain adalah dibuat rel di
sampingnya dan lalu lintas KA dialihkan ke rel sementara itu ketika
jalur lama dinaikkan. Setelah selesai, jalur sementara dibongkar lagi,
batu-batu balasnya dikeruk untuk digunakan di tempat lain.
Cara kerja Novi tidak demikian. Ia tetap membangun jalur sementara
tetapi dalam posisi tinggi, naik 2,85 meter dibandingkan dengan posisi
rel lama, sehingga malah pada perlintasan dengan jalan raya ia dapat
membangun sebuah underpass. “Dengan underpass, tak akan ada tabrakan di
perlintasan lagi,” katanya. Rel lama kemudian juga ditinggikan sama
dengan rel baru.
Novi tidak cuma piawai di lapangan. Ia juga berhasil membuat penambat
rel (fastener) yang namanya KA-Clip, yang kemudian dipatenkan atas nama
PT KA yang diproduksi oleh PT Pindad. Ia membuat penambat itu karena
melihat, untuk rel-rel di Indonesia dibutuhkan penambat khusus. Misalnya
untuk rel ukuran R33, tak mungkin menggunakan penambat merek Pandrol
atau DE-Clip karena longgar. Apalagi Pandrol dan DE-Clip harus diimpor
atau dibuat di Tanah Air dengan lisensi dan membayar royalti kepada
pemilik paten. Dengan KA- Clip yang sudah diuji bertahun- tahun di
lapangan sebelum diakui dan mendapat paten, PT KA tidak harus mengimpor,
berarti menghemat devisa. Apalagi klip buatan Novi ibisa digunakan di
rel ukuran berapa saja, baik R33, R42, maupun R54.
Putra seorang guru STM yang menamatkan pendidikan S1 teknik sipil di
Institut Teknologi Surabaya dan sarjana ekonomi di Universitas Islam
Nusantara Bandung ini sangat rendah hati. “Paten KA-Clip bukan atas nama
saya karena dari awal saya serahkan kepada PT KA,” kata suami Windarti
ini tanpa beban. Ia merasa semua bukan pekerjaannya sendiri karena
antara lain PT Pindad memfasilitasinya untuk melakukan penelitian dan
pengembangan, kemudian memproduksi.
Kalau saja Novi yang memegang paten, dia akan mendapat royalti dari
PT KA yang kini sudah menggunakan ribuan KA-Clip di seluruh jaringannya.
KA-Clip itu membuatnya meraih Penghargaan Teknik Industri Kreasi
Indonesia 2003 dari Presiden Megawati Soekarnoputri belum lama ini.
(Moch S Hendrowijono) — Sumber: Harian Kompas, 4 Desember 2003.
0 komentar:
Post a Comment